Hukum Mengamalkan Hadis Dhoif

Ulama Hadis, ulama fiqih, dan ulama lainnya mengatakan bahwa diperbolehkan – bahkan di sunnatkan – mengamalkan hadis dhoif untuk keutamaan beramal, hal yang mengandung targhib (anjuran) dan yang mengandung tarhib (peringatan), selama hadis tersebut tidak berpredikat maudhu’. 

 

Yang di maksud dengan mudhu’ ialah bukan hadis yang parah ke dhaifannya. Untuk itu tidak boleh mengamalkan berita (hadis) seseorang yang menyendiri dalam periwayatannya, sedangkan ia berpredikat kadzdzab (pendusta) lagi muttaham (tertuduh tidak baik). Untuk mengamalkan hadis dhoif harus ada 2 syarat yaitu :

1. Hendaknya hadis yang di maksud mempunyai pokok yang membuktikan kebenarannya, seumpamanya makna yang di kandungnya itu termasuk ke dalam peringatan umum atau kaidah kulliyyah (general) dalil pokok.

2. Hendaknya ketika mengamalkannya tidak di anggap sebagai sesuatu ketetapan, melainkan sebagai tindakan ihthiyat (hati-hati).

 Masalah hukum – seperti halal, haram, jual beli, nikah dan talak serta lain-lainnya – tidak boleh di amalkan melainkan dengan hadis sahih atau hadis hasan, kecuali hadis yang menyangkut masalah bersikap hati-hati dalam suatu hal dari masalah-masalah tersebut. 

Sebagai contohnya ialah apabila ada suatu hadis dhaif yang menyebutkan makruh melakukan sebagian transaksi jual beli atau makruh melakukan sebagian nikah, maka hal tersebut di sunnatkan untuk di hindari, tetapi tidak bersifat wajib. 

(Sumber : Terjemahan Kitab Al-Adzkaarun Nawawiyyah)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum Mengamalkan Hadis Dhoif"

Posting Komentar